Renungan Harian 06052019
Halloo.. kali ini saya berbagi
tentang salah satu ciri khas PEMIMPIN SEJATI yaitu, KARAKTER. Perlu kita
ketahui bahwa KARAKTER seseorang dapat menjadi penentu masa depan karakter
generasi setelahnya, ingin tahu bagaimana ? silahkan baca tulisan dibawah ini.
Membangun Dan Mengembangkan
Karakter Kristen yang Kuat
Oleh: Samuel T. Gunawan, M.Th
Khotbah Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya
Minggu, 13 Oktober 2013
MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN
KARAKTER KRISTEN YANG KUAT
Samuel T. Gunawan, SE, M.Th
“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang
baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak
mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon
yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18)
PENDAHULUAN
Dr. Tim La Haye dalam bukunya yang berjudul You and Your Family, memberikan
diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max
Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr.
Jonathan Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani.
Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan
filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari
Max Jukes terdapat 1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara,
190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729
keturunan : 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang
penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dan,
kisah ini mengantarkan kita pada pembahasan yang sangat penting, yaitu tentang
karakter Kristen.
Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai
dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Hal
ini sesuai dengan pendapat para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang
menyatakan bahwa lingkungan dan agen yang banyak mempengaruhi pembentukan
karakter, iman, dan tata nilai seseorang adalah keluarga asal (the family of
origin). (Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi:
Yogyakarta, hal. 17-18). Dengan kata lain, keluarga asal dianggap paling
berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apapun dalam
membentuk karakter dan kebiasaan seseorang.
APAKAH KARAKTER KRISTEN ITU?
Tema tentang karakter adalah bahasan yang penting, tetapi jarang dibicarakan
dan telah diabaikan, bahkan dikalangan Kristen sekalipun. Dua kemungkinan
alasan pengabaian ajaran ini adalah : (1) Bahasan ini dianggap kurang manarik
dibanding dengan tema doktrinal lainnya; (2) Tidak semua orang suka membahas
karakter karena ini menyangkut wilayah “kepribadian” seseorang yang dianggap
tidak boleh diusik. Puluhan buku teologi yang pernah saya baca tidak
mencantumkan tema ini sebagai bahasan penting seperti tema-tema doktrinal
lainnya.
Akibat dari pengabaian ini banyak orang Kristen yang tidak mengetahui ajaran
dari tema yang sangat penting ini, padahal Jerry C. Wofford telah mengamati bahwa
“bagi seorang pemimpin gereja, tidak ada atribut yang lebih penting ketimbang
karakter”. Selanjutnya Wofford menjelaskan, “Dalam pengajaranNya Yesus sangat
menekankan karakter para muridNya. Surat Paulus kepada Timotius dan Titus juga
berbicara mengenai karakter pemimpin gereja. Karakter itu meliputi kualitas
seperti: integritas, kemurnian moral, kelemahlembutan dan kesabaran. Kualitas
kepemimpinan dibahas diseluruh Perjanjian Baru. Unsur karakter Kristen sangat
penting sehingga Yesus mengambil waktu khusus untuk mengajarkannya kepada
mereka yang akan memimpin gereja mula-mula” (Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan
Kristen Yang Mengubahkan, terj, Penerbit ANDI: Yokyakarta, hal 115-116).
Tragisnya, akibat ketidaktahuan ini, banyak orang Kristen tidak bertumbuh dalam
karakter Kristen yang baik, dan lebih buruk lagi, tetap merasa bertumbuh
padahal stagnan!
1. Pengertian Karakter Kristen
W.J.S Poerwadarminta menyebutkan karakter sebagai, “tabiat; watak; sifat-sifat
kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya” (Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta). Karakter adalah istilah
psikologis yang menunjuk kepada “sifat khas yang dimiliki oleh individu yang
membedakannya dari individu lainnya”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Baru, Pustaka Phoenix: Jakarta). Jadi, pada dasarnya karakter adalah
sifat-sifat yang melekat pada kepribadian seseorang. Sedangkan Kristen adalah
sebutan bagi seseorang yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, karakter Kristen disebut juga
sifat-sifat Kristen, yaitu kualitas rohani yang dimiliki seorang Kristen.
2. Pembentukan Karakter
Setiap pribadi dikenali melalui sifat-sifat (karakter) yang khas baginya.
Pembentukan pribadi mencakup kombinasi dari beberapa unsur yang tidak mungkin
dapat dihindari, yaitu unsur hereditas, unsur lingkungan, dan kebiasaan. (1)
Unsur hereditas adalah unsur-unsur yang dibawa (diwariskan) dari orang tua
melalui proses kelahiran, seperti keadaan fisik, intelektual, emosional,
temperamen dan spiritual; (2) Unsur lingkungan mempunyai peranan dan pengaruh
yang besar dalam membentuk karakter dari pribadi seseorang. Unsur lingkungan
disini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan tradisi dan budaya, serta
lingkungan alamiah (tempat tinggal); (3) Unsur kebiasaan adalah suatu tindakan
atau tingkah laku yang terus menerus dilakukan menjadi suatu keyakinan atau
keharusan. Kebiasaan-kebiasan ini akan turut membetuk karakter seseorang.
Secara umum ketiga unsur tersebut membentuk pribadi seseorang. Tetapi, ada lagi
satu unsur yang membedakan orang Kristen dari yang bukan Kristen, yaitu unsur
regenerasi atau kelahiran baru, yang bersifat radikal dan supranatural. Justru
unsur regenerasi ini sangat menentukan dalam pembentukan karakter Kristen,
karena tanpa regenerasi ini kita gagal menyenangkan Allah.
PENTINGNYA KARAKTER KRISTEN
Alasan penting mengapa kita perlu mengajarkan dan menampilkan karakter Kristen
adalah: (1) Kemerosotam moral. Karena saat ini sudah begitu luas kalangan yang
merasakan terjadinya kemerosotan moral. Pengajaran karakter adalah suatu
perlawanan terhadap kemerosotan moral dan terhadap etika modern yang
rasionalistik yang dipengaruhi oleh pencerahan dan individualistik; (2) Bahaya
Pluralisme. Dalam zaman globalisasi dari postmodern saat ini kita semakin
menyadari berbagai aturan moral yang berbeda dari berbagai budaya yang berbeda.
Saat ini kita hidup disuatu zaman perjumpaan global dan keragaman budaya, dan
itu membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi; (3) Pudarnya semangat keteladan.
Karakter dibentuk oleh orang-orang lain yang menjadi model atau mentor yang
kita ikuti. Orang tua, guru, pembina, pelatih yang menjadi model atau teladan
bagi kita turut membentuk karakter kita. Dengan dituntun atau mengikuti dan
meneladani para pembina atau sosok lain yang layak diteladani kita belajar
mengenali dan mewujudkan berbagai disposisi, kebiasaan, dan keterampilan
emosional dan intelektual yang dinyatakan oleh berbagai kebajikan. Sayangnya,
kebanyakan teori etika individualistik dan rasionalistik modern kurang
memperhatikan pengaruh-pengaruh ini, atau dengan kata lain semangat untuk
mewarisi keteladanan kebenaran ini semakin memudar.
Kita mengetahui bahwa identitas orang Kristen dikenal lewat dua kualitas
transformatif yang secara metaforis dinyatakan sebagai “garam” dan “terang”
dunia (Matius 5:13,14). Kedua metafora ini mengacu kepada “perbedaan” dan
“pengaruh” yang harus dimanifestasikan murid-murid Yesus kepada dunia ini.
Kedua metafora ini dapat diartikan sebagai “penetrating power of the Gospel”
yang harus dinyatakan oleh murid-murid Yesus yang sudah lebih dahulu mengalami
transformasi. Implikasi dari penegasan ini cukup serius, yaitu bahwa orang Kristen
secara harus memikul beban moral dari metafora-metafora ini secara konsisten
dan konsekuen. Lebih jauh, implikasi ini bukan sekedar penegasan, tetapi
merupakan sebuah panggilan bagi orang Kristen untuk melibatkan diri dan memberi
solusi dalam masalah-masalah dunia ini tanpa harus menjadi duniawi.
Tetapi, pengaruh kurangnya karakter yang baik merupakan aspek yang dapat
merusak kesaksian Kristen. Jika garam menjadi tawar maka ia tidak berguna
(Matius 5:13). Dan jika terang disembunyikan di bawah gantang maka ia tidak
dapat menerangi semua orang (Matius 5:15). Karena itu Kristus menegaskan,
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat
perbuatanmu yang baik (kalá erga)dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius
5:16). Kata Yunani “kalá erga” atau yang diterjemahkan “perbuatan yang baik”
menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat.
Dengan demikian, perbuatan baik adalah cermin dari kualitas karakter seseorang.
(Baca artikel saya: http://artikel.sabda.org/makna_sebuah_integritas)
Karena itu, pentingnya karakter hidup Kristen dijelaskan oleh Stephen Tong
sebagai berikut, “Hal ini merupakan tugas dan fungsi akhir dari pendidikan
Kristen”. Selanjutnya Stephen Tong menjelaskan, “Kita sebagai orang Kristen,
selain memberikan hidup kepada orang-orang yang kita didik, selain kita
mengharapkan mereka memiliki hidup di dalam (inward life) yang sudah dilahirkan
kembali, mereka juga membentuk karakter diluar (outward character). Hidup ini
merupakan pekerjaan Roh Kudus melalui firman yang kita kabarkan, melalui Injil
yang kita tegaskan sebagai pusat iman, kita melahirkan mereka melalui kuasa
Injil dan Firman oleh Roh Kudus di dalam kuasa Allah. Setelah itu kita mendidik
mereka di dalam karakter Kristen”. (Tong, Stephen, 2010, Arsitek Jiwa II,
Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 25-26).
KERUSAKAN TOTAL DAN KETIDAKMAMPUAN TOTAL MANUSIA
Manusia telah mati secara rohani sehingga memerlukan kelahiran kembali atau
hidup baru secara rohani. Akibat dari dosa pertama Adam dan Hawa, citra Allah
dalam diri manusia telah tercoreng dan mengakibatkan dosa masuk dan menjalar
kepada setiap manusia (Roma 3:10-12, 23; 5:12). Adam dan Hawa telah membuat
dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden, sejak saat itu
natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22).
Manusia telah rusak total (total depravity), tetapi ini bukanlah berarti (1)
bahwa setiap orang telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam
perbuatan, (2) bahwa orang berdosa tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan
alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3) bahwa orang berdosa akan selalu
menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) bahwa orang berdosa tidak lagi mampu
melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia. Tetapi yang
dimaksud dengan kerusakan total adalah (1) kerusakan akibat dosa asal
menjangkau setiap aspek natur dan kemampuan manusia: termasuk pikiran, hati
nurani, kehendak, hati, emosinya dan keberadaannya secara menyeluruh (2
Korintus 4:4, 1 Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18; Titus 1:15), dan (2)
secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk
berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).
Selain mengakibatkan kerusakan total pada manusia, dosa juga mengakibatkankan
ketidakmampuan total (total inability), yaitu bahwa : (1) Orang yang belum
lahir baru tidak mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang
sungguh-sungguh diperkenan Allah, yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah;
(2) Tanpa karya khusus dari Roh Kudus, orang yang belum lahir baru tidak mampu
mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa mengasihi diri sendiri menjadi
kasih kepada Allah. Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan total bukanlah
berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa
yang baik dalam pengertian apapun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru
masih mampu melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi
perbuatan baik ini tidak digerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula
dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada kehendak Allah
Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu
menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apapun
untuk mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah
bahwa manusia memerlukan suatu perubahan yang radikal dan menyeluruh yang
memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan
Tuhan. Regenerasi adalah solusi yang disediakan Allah bagi manusia.
REGENERASI SEBAGAI PONDASI DARI KARAKTER KRISTEN
Regenerasi adalah perubahan yang radikal dan seketika yang diperlukan untuk
memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan
hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Regenerasi merupakan suatu perubahan
radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh
Kudus. Kita tidak memiliki peran apapun dalam kelahiran baru ini; sepenuhnya
merupakan tindakan Allah. Sebab jika kita telah mati secara rohani, bagaimana
mungkin orang mati dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya
sendiri (Efesus 2:5)? (Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah.
Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 121-146).
1. Natur Regenerasi
Berdasarkan pengertian di atas ada tiga natur dari regenerasi, yaitu: (1)
Regenerasi merupakan perubahan yang terjadi secara seketika, bukan suatu proses
bertahap seperti pengudusan yang progresif. Paulus mengatakan, “telah
menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh
kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus
2:5). Disini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan (synezoopoiesen)”,
memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap;
(2) Regenerasi merupakan perubahan yang supernatural (adikodrati). Kelahiran
baru bukan merupakan peristiwa yang dapat dilaksanakan oleh manusia (Yohanes
3:6). Kelahiran baru sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Secara khusus
merupakan karya Roh Kudus. (3) Regenerasi merupakan perubahan yang radikal.
Istilah radikal berasal kata Latin “radix” yang berarti “akar”, sehingga
regenerasi merupakan suatu perubahan pada akar natur kita. Dengan demikian
regenerasi berarti: (a) penanaman (pemberian) kehidupan rohani yang baru,
karena pada dasarnya manusia telah mati secara rohani (Efesus 2:5; Kolose 2:13;
Roma 8:7-8). Manusia yang telah mati secara rohani tidak mungkin dapat
bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri, karena regenerasi
merupakan tindakan Allah dan manusia hanya menerimanya; (b) perubahan yang
total yaitu perubahan mempengaruhi seluruh keberadaan kepribadian, yaitu
pikiran, hati nurani, kehendak, emosi. Alkitab menyebutnya sebagai pemberian
“hati yang baru” (Yehezkiel 36:26). Hati menurut Alkitab adalah inti rohani
dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas; sumber yang darinya mengalir
semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan, menghendaki,
mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan dengan Amsal 4:23; Matius 15:18-19).
2. Regenerasi sebagai Awal dari Seluruh Proses Pembaharuan
Dapat dikatakan bahwa regenerasi adalah awal dari seluruh proses pembaharuan
dalam kehidupan seorang Kristen. Karena regenerasi merupakan pemberian hidup
yang baru, maka artinya regenerasi merupakan awal dari proses-proses
pembaharuan hidup. Dengan demikian, orang yang lahir baru telah mengalami
langkah pertama dari pembaharuan. Proses-proses pembaharuan hidup yang
mengikuti regenerasi itu bersifat progresif dan disebut “pengudusan yang
dinamis”. Paulus mengingatkan “..karena kamu telah menanggalkan (apekdysamenoi)
manusia lama (palaion anthropos) serta kelakuannya, dan telah mengenakan
(endysamneoi) manusia baru (kainon anhtropos) yang terus-menerus diperbaharui untuk
memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kolose 3:9-10).
Dalam ayat ini Paulus bukan bermaksud memberitahu orang-orang percaya di Kolose
bahwa mereka sekarang atau setiap hari harus menanggalkan manusia lama dan
mengenakan manusia baru berulang-ulang kali, tetapi Paulus menegaskan bahwa
mereka telah mengalaminya pada saat regenerasi dan telah melakukannya perubahan
ini ketika mereka di saat konversi menerima dengan iman apa yang telah
dikerjakan Kristus bagi mereka. Kata Yunani “apekdysamenoi (menanggalkan)” dan
“endysamneoi (mengenakan)” menggunakan bentuk aorist tense yang mendeskripsikan
kejadian seketika. Jadi Paulus sedang merujuk kepada apa yang telah dilakukan
orang percaya di Kolose ini di masa yang lalu.
Lalu apakah yang dimaksud Paulus dengan frase “terus menerus diperbaharui”?
Walaupun orang-orang percaya adalah pribadi-pribadi baru, akan tetapi mereka
belum mencapai kesempurnaan yang tanpa dosa; mereka masih harus bergumul
melawan dosa. Pembaharuan ini merupakan proses seumur hidup. frase ini
menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita harus terus menerus
mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak, emosi, dan
hati nurani. Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan”, yang bersifat dinamis
bukan statis, yang progresif bukan seketika; yang memelukan pembaharuan,
pertumbuhan dan transformasi terus menerus (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2
Petrus 3:18). Selanjutnya, Paulus dalam Efesus 4:23 mengingatkan orang percaya
“supaya kamu dibaharui (ananeousthai) di dalam roh dan pikiranmu”. Bentuk
infinitif “ananeousthai” yang diterjemahkan dengan “dibaharui” adalah bentuk
present tense yang menunjuk kepada suatu proses yang berkelanjutan. Jadi,
orang-orang percaya yang telah lahir baru dan menjadi ciptaan baru di dalam
Kristus masih diperintahkan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging dan
segala sesuatu yang berdosa di dalam diri mereka berupa keinginan-keinginan
daging (Roma 8:13; Galatian 5:19-21; Kolose 3:5), serta menyucikan diri dari
segala sesuatu yang mencemari tubuh dan roh (2 Korintus 7:1).
3. Peranan Regenerasi dalam Pembentukan Karakter Kristen
Regenerasi merupakan misteri karena merupakan karya Allah semata-mata dan kita
tidak pernah dapat melihat dan merasakan; kita tidak pernah tahu persis kapan
regenerasi itu terjadi. Kita hanya dapat mengamati efek-efek dari regenerasi
itu saja; dan mengamati bukti-bukti dari perubahan yang terjadi. Berikut ini
akibat-akibat dari regenerasi.
(1) Memampukan seseorang untuk bertobat dan percaya. Pada saat seseorang
dilahirkan baru maka ia dimampukan bertobat dari dosa-dosanya dan percaya
kepada Kristus untuk keselamatannya. Seseorang dapat memberi respon di dalam
pertobatan dan iman hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru
kepadanya. Bertobat dan percaya disebut dengan istilah perpalingan
(convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari
dosa-dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa.
Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya
sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya
(Yohanes 6:44).
(2) Perubahan atau transformasi. Kelahiran baru oleh Roh Kudus mengakibatkan
perubahan. Kelahiran baru ini tidak disadari atau tidak dirasakan saat terjadi,
tetapi dapat diamati lewat kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup
yang baru, serta kemampuan untuk hidup benar dan menaati Allah. Perubahan ini
meskipun tidak disadari, menghasilkan hati (kardia) yang diubahkan yang memimpin
kepada karakter yang diubahkan dan kemudian menghasilkan hidup yang diubahkan
(2 Korintus 5:17). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru
kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan
pikiran, kehendak, emosi, dan hati nurani. Alkitab menyebutnya dengan istilah
“pengudusan” (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18).
(3) Pembaharuan pikiran. Paulus dalam Roma 12:2 mengatakan “Janganlah kamu
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna”. Kata Yunani “nous” yang digunakan
disini berarti “akal budi atau pikiran”. Pembaharuan nous adalah syarat untuk
bisa mengenal dan melakukan kehendak Allah. Apa yang diyakini oleh pikiran
(nous) akan mempengaruhi perilaku (behavior) seseorang (Rm 12:1-21).
Pembaharuan akal budi (nous) akan menghasilkan perubahan perilaku (behavior
transformation). Yang dimaksud dengan perilaku (behavior) ialah karakter,
sikap, perbuatan atau tindakan seseorang yang dapat dilihat (visible), diamati
(observable), dan dapat diukur (measurable). Jadi, perubahan perilaku akan
teraktualisasi dalam sikap, tindakan dan perbuatan karena telah mengalami pembaharuan
nous ( Efesus 4:17-32).
(4) Menghasilkan buah Roh. Regenerasi oleh Roh Kudus mengakibatkan kita mampu
menghasilkan buah Roh Kudus (Galatia 6:22-23). Buah Roh Kudus disini ditulis
dalam bentuk tunggal yaitu kata Yunani “karpos”. Walaupun buah Roh itu satu
(bentuknya), tetapi majemuk (sifatnya). Kesatuan dan banyak segi dari buah Roh
ini mencerminkan integritas dan keharmonisan. Dengan kata lain buah Roh Kudus
hanya satu, tetapi memiliki sembilan rasa. Buah Roh Kudus berasal dari dalam
dan tidak ditambah dari luar. Ini adalah hasil kehidupan baru saat orang
percaya dilahirkan kembali oleh Roh Kudus.
MEMBANGUN KARAKTER KRISTEN
Kelemahan atau kecacatan karakter merupakan tanda pada gangguan kepribadian
(personality disorder). Para psikolog dan praktisi kesehatan jiwa mengenali
sepuluh jenis gangguan kepribadian, yaitu: (1) Paranoid, polanya adalah orang
tidak mudah percaya dan selalu curiga; (2) Skizoid, yaitu orang mengalami
keterpisahan secara sosial dan emosi yang terkungkung; (3) Skizopital, yaitu orang
yang biasanya mengalami gannguan pikiran, perilaku eksentrik, dan kapasitas
yang kurang untuk berhubungan dekat; (4) Antisosial, biasanya terdapat pada
pola sikap tidak peduli, dan pelanggaran atas hak orang lain; (5) Borderline,
biasanya ditandai dengan ketidakstabilan dalam hubungan, gambar diri, suasana
hati, dan sikap yang impulsif dramatis; (6) Histrionik, polanya adalah emosi
yang berlebihan dan mencari perhatian; (7) Narsistik, polanya ditunjukkan oleh
adanya rasa sombong, haus pujian, dan kurangnya empati; (8) Avoidant, biasanya
dicirikan oleh adanya hambata sosial, perasaan tidak mampu, dan kepekaan yang
berlebihan terhadap kritik; (9) Dependent, pada masalah ini terdapat kebutuhan
yang sangat besar akan perhatian, sikap patuh, perilaku bergantung, dan takut
kan perpisahan; (10) Obsesif Kompulsif, biasanya ditandai dengan kesenangan
akan keteraturan, kesempurnaan, dan kontrol sebagai ganti fleksibilitas,
keterbukaan, dan efisiensi (Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005.
Staying Sane in a Crazy World. Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer:
Jakarta, hal. 297-299).
Berapa banyak orang Kristen telah bertindak bodoh karena tidak membangun
karakter yang kuat sehingga mereka menjadi lemah. Kita dikejutkan oleh laporan
berita mengenai pemimpin-pemimpin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), atau penyelenggara negara yang ditangkap polisi karena berusaha
melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya supaya ia bisa bebas berhubungan
dengan kekasihnya. Atau para orang tua yang melaporkan pelecehan seksual yang
dilakukan oleh oknum guru terhadap anak-anak mereka. Ironisnya, beberapa dari
mereka adalah orang-orang Kristen! Akibatnya, orang Kristen dihina dan diejek,
dan perilaku yang buruk dari beberapa orang Kristen ini dijadikan tolok ukur
untuk menuduh bahwa Kekristenan penuh dengan kemunafikan. Meskipun tuduhan
tersebut tidak benar, sekali lagi, pengaruh kurangnya karakter merupakan aspek
penting yang merusak kesaksian Kristen.
Karena itu, Pemazmur mengingatkan kita “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mamur 90:12). Pada saat
seseorang menjadi cukup dewasa untuk menyadari betapa singkatnya hidup ini,
maka ia mulai sadar betapa berharganya seandainya ia telah belajar lebih awal
untuk menjadi bijaksana dalam kehidupan. Paulus menasihati, “Karena itu,
perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang
bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena
hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah
supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Efesus 5:15-17). Jika kita berusaha
sungguh-sungguh untuk memiliki hikmat dari Allah, kita akan lebih mampu
meningkatkan kualitas diri, mengembangkan karakter dan nilai-nilai yang
mengalir dari hidup baru yang telah ditanamkan Allah dalam kita. Karakter kita
akan menjadi karakter yang saleh sehingga orang lain senang melihatnya, dan
memuliakan Allah (Matius 5:16).
1. Meneladani Karakter Allah
Studi tentang karakter seharusnya dimulai dari Allah, karena hanya Allah saja
yang memiliki karakter yang sempurna. Karena itu beberapa teolog lebih suka
memberi judul “Kesempurnaan Allah” ketika membahas tentang sifat-sifat Allah
dalam buku teologi mereka. Kesempurnaan Allah ialah totalitas dari sifat-sifat
atau karakter Allah sebagaimana dinyatakan Alkitab. Seluruh sifat (karakter)
Allah menyatakan kesempurnaan Allah! Para teolog sepakat bahwa ada beberapa
karakteristik yang hanya dimiliki oleh Allah saja. Para teolog menyebutnya sebagai
karakter Allah yang tidak dapat dikomunikasikan dan melekat hanya pada Allah.
Sedangkan beberapa karakteristik lainnya ditularkan kepada manusia yang
diciptakan secitra dengan Allah. Para teolog menyebutnya sebagai karakter yang
dapat dikomunikasikan. (Enns, Paul., 2004. The Moody Handbook of Theology,
jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 229-241).
Siapa orang yang kita kagumi akan mempengaruhi hidup kita. Bisa jadi kualitas
umum pada orang yang kita kagumi tersebut adalah karakter atau sifat-sifat yang
ada padanya. Jika kita mengagumi orang yang berkualitas, bukankah seharusnya
jauh lebih baik kita mengagumi kesempurnaan Allah yang hidup, yang daripadaNya
segala kebenaran, kebaikan, dan keindahan berasal? Sekilas, karakter Allah yang
luar biasa, indah dan menganggumkan itu terungkap dalam Keluaran 34:6-7
berikut, “Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN,
TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan
setia-Nya, yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang
mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali
membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa
kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat”.
Ketika Allah menyatakan diriNya kepada Musa sebagai Allah yang penuh dengan
kemurahan dan belas kasihan, yang tidak lekas marah, yang berlimpah-limpah
kasih setiaNya, dan yang tetap mengasihi beribu-ribu keturunan serta yang
mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa, maka Allah menyatakan dengan sangat
jelas bahwa karakter pribadiNya adalah standar yang mutlak: Dengan standar
tersebut semua sifat ditetapkan. Allah tidak bertanggung jawab terhadap
siapapun, dan tidak ada standar lain yang lebih tinggi yang harus diikutiNya.
KarakterNya yang kekal dan tanpa kompromi adalah standar yang tak dapat berubah
yang kemudian memberikan arti terdalam dari kasih, kemurahan hati, kesetiaan,
dan kesabaran. (Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To
Leadership, terj. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta, hal. 18).
2. Membangun Karakter Allah di dalam Kita
Beberapa dari karakter Kristen yang disebutkan dalam Alkitab harus dikembangkan
dan ditampilkan oleh setiap orang Kristen, yaitu : integritas (Titus 1:7-9),
kerendahan hati (Matius 5:1-7; Markus 10:14-15; 1 Timotius 3:6), kasih dengan
segala karakteristiknya (Matius 22:37-39; 1 Korintus 13), melayani dan menolong
(Lukas 10:25-37), kekuatan dan kebenaran batiniah (Lukas 11:37-53; 12:15;
Yohanes 16:33), hubungan yang erat dengan Kristus (1 Timotius 6:11; 2 Timotius
2:22; Yohanes 15:1-8), sukacita (Yohanes 17:13), kekudusan (Yohanes 17:16; 2
Timotius 2:22), damai ( 2 Timotius 2:22), sabar dan tekun (1 Timotius 6:11; 2
Timotius 3:10), lemah lembut (1 Tomotius 6:11; 2 Timotius 2:25), penguasaan
diri (1 Timotius 3:2; Titus 1:8), tidak tamak dan tidak suka bertengkar (1
Timotius 3:2-3; 6:10-11), serta kualitas lainnya dalam 2 Petrus 1:5-8, seperti
: kebajikan, pengetahuan, ketekunan, dan kesalehan.
Karakter yang dipaparkan dalam ayat-ayat tersebut diatas memang sangat
mengagumkan, tetapi juga kita akui memang terlalu tinggi. Daya pesonanya
membuat banyak orang Kristen terpana bagaikan memandang gunung yang menjulang
tinggi dalam kemegahannya sehingga tertarik untuk mengukur ketinggiannya, namun
menyadari betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki peralatan untuk
mendakinya. Kita merindukan sifat-sifat ini tercermin dalam hidup kita dan kita
sangat mendambakannya, tetapi apakah mungkin kita mencapainya? Jika hanya
mengandalkan usaha pada manusia saja maka upaya itu akan sia-sia. Namun, Dalam
Kristus kita telah diperkenankan mendapat kuasa ilahiNya dan telah dikaruniai
keistimewaan yang tidak terbayangkan untuk ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi
(2 Petrus 1:3-4; 2 Korintus 5:17). Kita tidak hanya menerima hakikat (hidup)
baru dalam Kristus (Roma 6:6-13), tetapi kita juga didiami oleh Roh Kudus, yang
kehadiranNya dalam diri kita memampukan kita mewujudkan kualitas-kualitas
karakter seperti Kristus.
Perubahan atau transformasi rohani dan karakter yang benar berlangsung dari
dalam keluar, bukan dari luar ke dalam. Iman, kasih, pengetahuan, kesalehan,
ketekunan, kesetiaan, penguasaan diri, dan lainnya sebagainya, mengalir dari
kehidupan Kristus yang telah ditanamkan dalam diri kita saat kita lahir baru.
Saat kita mengembangkan dan membuat sifat-sifat itu menjadi semakin nyata di
dalam kehidupan kita, maka kita tidak hanya menjadi kesaksian hidup bagi orang
lain tetapi juga menyenangkan hati Tuhan. Sangat menakjubkan apa yang dapat
dilakukan Allah bagi orang-orang yang menginginkan pribadinya bertumbuh dan
karakternya berkembang. Kabar baiknya ialah, “Allah ingin kita berkembang
sepenuhnya”. Ia menebus kita untuk keperluan itu, Ia ingin kita bertumbuh dan
dewasa (sempurna) sama seperti Bapa surgawi kita sempurna (Bandingkan Matius
5:48). Rasul Paulus mengajarkan hal yang sama dalam Efesus 4:13-15, “sampai
kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak
Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka
yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih
kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.
MENGEMBANGKAN KARAKTER KRISTEN YANG KUAT SEBAGAI PROSES SEUMUR HIDUP
Satu hal yang pasti, karakter tidak pernah terbentuk secara instan, apalagi
dalam satu malam. Membangun karakter memerlukan waktu dan sikap dasar yaitu
kesediaan untuk belajar dan berubah. Banyak orang menginginkan untuk mampu
secepat-cepatnya mengatasi masalah dalam memperbaiki karakter. Mereka
mengingingkan semacam formula ajaib yang dapat secara seketika mengubah
karakter mereka. Seseorang bisa saja mendapatkan teknik mudah dan cepat, yang
memberikan solusi sementara, seperti yang ditawarkan dalam banyak buku yang
ditulis para ahli saat ini. Itu memang membantu, tetapi itu tidak dapat
membentuk karakter yang kokoh. Pada dasarnya, karakter yang kokoh dibentuk di
atas landasan pengalaman, disiplin diri, dan dedikasi. Jika seseorang hanya
memiliki pencitraan atau rekayasa dan bukan keaslian karakter yang kokoh, maka tantangan-tantangan
kehidupan akan segera menghancurkan solusi-solusi yang sementara itu.
Karakter adalah sebuah kekuatan yang tidak kelihatan. Karakter bertumbuh
melalui proses dan ujian. Karakter yang baik menghasilkan buah-buah yang unggul
dan berkualitas Buah-buah yang bermanfaat bagi kehidupan kita dan orang lain.
Buah-buah dari karakter antara lain: Integritas menghasilkan kewibawaan,
tanggung jawab menghasilkan kedewasaan, kejujuran menghasilkan kepercayaan,
ketulusan menghasilkan persahabatan, iman menghasilkan kekuatan, ketekunan
menghasilkan pengharapan, dan lain sebagainya. (Ezra, Yakoep., 2006. Succes
Througgh Character. Penerbit Andi : Yogyakarta, hal. 13-14). Tuhan Yesus
berkata, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang
pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon
yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik
itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18).
Karakter Kristen dibentuk sebagai hasil perjumpaan dengan kebenaran Alkitabiah
yang menembus kedalam hati. Hal itu hanya mungkin terjadi jika seseorang
belajar firman Allah, merenungkan firman Allah itu dengan segala makna dan
penerapannya. Merupakan fakta yang terbukti bahwa doktrin (pengajaran firman
Tuhan) mempengaruhi karakter. Apa yang dipercayai seseorang sangat besar
mempengaruhi perbuatannya. Jika seseorang menerima dan mengikuti ajaran yang
sehat maka ajaran itu akan menghasilkan karakter ilahi dan karakter Kristus.
Paulus memberikan nasihat kepada Timotius agar “awasilah dirimu sendiri dan
awasilah ajaranmu” (1 Timotius 4:6,13,16). Selanjutnya Paulus berbicara tentang
“ajaran yang sesuai dengan ibadah kita” (1 Timotius 6:1-3), yakni serupa dengan
Allah dalam hal karakter dan kehidupan yang kudus (Conner, Kevin J., 2004. A
Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit Gandum Mas: Malang,
hal. 33).
PENUTUP
Untuk melawan kekuatan dari rasionalisme, liberalisme, dan individualisme
modern yang menghancurkan, beberapa pakar etika Kristen bersikeras bahwa kita
perlu berfokus bukan hanya pada keputusan benar atau salah, tetapi juga pada
apa yang membentuk karakter dari orang-orang yang membuat keputusan dan
melakukan perbuatan. Sudah tiba saatnya orang-orang Kristen harus lebih berani dan
lebih tegas lagi mengajarkan dan menampilkan citra dari karakter Kristen dimana
pun mereka berada. Kita patut meneladani kaum Puritan sebelum abad pencerahan
yang begitu menekankan pengajaran tentang kebajikan moral (karakter) pada abad
keenam belas dan ketujuh belas.
Kaum Puritan mengakhiri monarki, menuntut pemerintah bertanggung jawab terhadap
tujuannya dalam mengendalikan negara menuju keadilan, kebebasan, kedamaian,
mewujudkan demokrasi, dan toleransi agama, dan mendorong terbentuknya suatu
jenis baru karakter moral dan kebajikan sebagai seorang warga. Melalui
pengajaran Alkitabiah dan praktek Gereja, kaum Puritan itu mengajarkan
kebajikan, disiplin, kewajiban, kerajinan, pengendalian diri, usaha yang
sungguh untuk melakukan kehendak Tuhan, ketaatan yang sistematik kepada
perintah-perintah Allah, devosi segenap hati untuk kebaikan bersama, kebajikan
sebagai warga, dan aktivisme (Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika
Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini. Terjemahan, penerbit Momentum
: Jakarta, hal. 51-54).
Akhirnya, saya mengajak kita merenungkan nasihat bijaksana dari C.S Lewis
berikut ini, “Intinya bukanlah bahwa Allah tidak akan mengijinkan Anda masuk ke
dalam dunia kekalNya jika Anda belum memiliki kualitas-kualitas karakter tertentu:
intinya adalah jika orang tidak memiliki permulaan-permulaan dari
kualitas-kualitas itu sedikitpun dalam diri mereka, maka tidak ada
kondisi-kondisi eksternal yang memungkinkan, yang bisa menciptakan ‘surga’ bagi
mereka – maksudnya, bisa membuat mereka bahagia dengan kebahagiaan yang dalam,
kuat, dan tidak tergoyahkan yang dipersiapkan Allah bagi kita” (Lewis, C.S.,
2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 122).
REFERENSI
Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership.
Terjemahan, Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal
Wholeness. Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief. Terjemahan,
Penerbit Gandum Mas: Malang.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit
Literatur SAAT : Malang.
Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh Character. Penerbit Andi : Yogyakarta.
Hearth, W. Stanley., 1997. Psikologi Yang Sebenarnya. Penerbit ANDI:
Yogyakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit
Momentum : Jakarta.
Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005. Staying Sane in a Crazy
World. Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya :
Bandung.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1. Terjemahan, penerbit ANDI
Offset : Yogyakarta.
Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi:
Yogyakarta.
Sobur, Alex., 2009. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Penerbit CV. Pustaka
Setia: Bandung.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan
Konkordansi Perjanjian Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, penerbit Literatur SAAT
: Malang.
Tong, Stephen., 2010. Arsitek Jiwa II, Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum:
Jakarta.
Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam
Konteks Masa Kini. Terjemahan, penerbit Momentum : Jakarta.
Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan. Terjemahan,
penerbit ANDI: Yokyakarta.
Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan
Kharismatik, Gembala di GBAP El Shaddai Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan
Apologetika Kharismatik di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Googgle dengan mengklik nama Samuel
T. Gunawan; (2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook :
Samuel T. Gunawan (
samuelstg09@yahoo.co.id.).
FYI :
http://artikel.sabda.org/membangun_dan_mengembangkan_karakter_kristen_yang_kuat
Karakter Yang Kita Tanamkan, Mempengaruhi
Karakter Tunas Setelah Kita,
“WALAUPUN HANYA SATU”.
see yaa..!!!